LAPORAN PRAKTIKUM
PEMANFAATAN PERANGKAP KUNING UNTUK MEMANTAU PERKEMBANGAN
POPULASI HAMA
Oleh:
Golongan C/Kelompok 2
M. Aditia Ulhaq (151510501068)
Seto Purnomo Aji (151510501076)
Nela Oktaviana (151510501080)
Indah Sri Wulandari (151510501081)
LABORATORIUM HAMA PENYAKIT TUMBUHAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
BAB
1. PENDAHULUAN
Kendala yang dihadapi dalam budidaya pertanian sangat beragam.
Salah satu kendala yang sangat merugikan hasil produksi pertanian adalah
serangan OPT. Berbagai pengendalian OPT yang tepat adalah mengacu pada konsep
pengendalian hama terpadu (PHT). Pengendalian hama terpadu memiliki teknik
pengendalian diantara menggunakan cara fisik, mekanik, kultur teknis, biologi
(pengendalian hayati), dan kimiawi. Konsep tersebut merupakan suatu inovasi
yang hadir di bidang pertanian untuk berupaya meningkatkan nilai produksi pada
suatu komoditas tanaman.
PHT adalah
suatu sistem yang memadukan perbedaan dalam perlindungan tanaman dengan
pengamatan atau monitoring terhadap hama, dan
musuh alami. Pengendalian hayati menggambarkan
keadaan ekosistem alami yang tidak terganggu dimana populasi organisme terdapat
pada batas keseimbangan yang dinamis. Ekosistem buatan dapat dimanipulasi
dengan pengendalian hayati serupa dengan ekosistem alamiah. Salah satu teknik pengendalian hama terpadu dengan
pengedalian hayati. Pengendalian hayati adalah pemanfaatan musuh alami untuk
mengendalikan populasi OPT yang menyerang tanaman. Pengendalian secara fisik
dan mekanis merupakan inovasi yang mengembangkan dari pengen dalian secara
kultur teknis yang harus menggunakan sistem budidaya tanaman yang dimana
pngendalian secara fikik mekanis akan langsung mengarah terhadap pengendalian
hama ataupun penyakitnya.
Pengendalian secara
mekanis dapat dilakukan dengan memanfaatkam perangkap kuning (yellow trap). Konsep
yang mendasari pengendalian dengan perangkap kuning yaitu dengan memanfaatkan
sifat motorik dari serangga yang dimana saraf motorik serangga akan peka
terhadap rangsangan warna dan ketinggian untuk mengidentifikasi suatu tanaman.
Kebanyakan serangga akan dapat mendekteksi benda berwarna kuning lalu hijau
biru dan sinar UV. Perangkap kuning dapat menjadi solusi bagi petani untuk
melakukan pengendalian hama, karena perangkap kuning dapat menghemat biaya
pengendalian karena pada saat ini harga insektisida untuk pengendalian hama
pada tanaman kedelai cukup mahal.
Kekurangan dari perangkap kuning ini adalah
perekat dari perengkap ini tidak tahan lama hanya bertahan selama 15 hari.
Fungsi warna kuning sebenarnya untuk menarik hama mendekat karena pada saat
malam hari perangkap kuning terlihat menyala. Sementara itu lem untuk mengikat,
agar hama tidak bisa terbang dan mati, selain menghemat biaya obat, dengan cara
penggunaan perangkap kuning membuat produktivitas tanaman semakin
meningkat.Beberapa jenis kutu tertarik pada warna kuning mencolok sehingga
dibuat jebakan dari kertas atau plastik kuning yang diluluri lem. Ngengat dan
serangga nokturnalaktif di malam haritertarik pada nyala api atau lampu.
Jebakan ini didasari sifat serangga yang menyukai warna kuning mencolok. Warna
yang dapat dirangsang oleh serangga oleh saraf motorik serangga akan
mengartikan warna itu mirip warna kelopak bunga yang sedang mekar sempurna.
Permukaannya dilumuri lem sehingga serangga yang hinggap bakal lengket sampai
ajal menjemputnya. Perangkap kuning ampuh memikat hama golongan aphid, kutu,
dan tungau. Itu juga dijadikan indikator populasi hama di sekitarnya. Saat
jumlah hama yang tertangkap perangkap melebihi ambang yang ditentukan, misalnya
50 individu kutu putih/hari, maka saat itu perlu dilakukan penanggulangan
serius dengan pestisida kimia maupun biologis.
1.1 Tujuan
1. Mahasiswa
mampu untuk membuat dan mengaplikasikan perangkap hama berupa perangkap warna
2. Untuk
mengetahui perkembangan populasi hama
3. Melatih
mahasiswa mampu merakit perangkap hama, pengaplikasian serta sapat menganalisis
atau mengamati jenis hama yang terperangkap ke dalam perangkap warna kuning
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian
hama terpadu (PHT) merupakan konsep pengendalian hama yang didasarkan pada
keseimbangan ekosistem dengan cara mempertahankan musuh alami dan menggunakan
pengendalian non kimia. Penggunaan pestisida kimia menjadi aternatif terakhir
dan harus dilakukan secara selektif. Teknik pengendalian yang terdapat dalam
konsep PHT antara lain yaitu pengendalian secara mekanis dengan penggunaan
perangkap, dan umpan beracun, kultur teknis dengan pergiliran tanaman,
pengaturan pola tanam, Secara biologis dengan pemanfaatan musuh alami, secara
kimia dengan penggunaan pestisida selektif dan seminimal mungkin, pengendalian
hayati dengan pemanfaatan agen hayati. Pengendalian hama terpadu harus
dikembangkan sehingga akan mengurangi ketergantungan petani dalam menggunakan
pestisida kimia (Marikum dkk., 2014).
Penggunaan
perangkap buatan merupakan salah satu teknik pengendalian hama secara fisik dan
mekanik dalam konsep PHT dapat memantau jumlah populasi hama seperti serangga
di tanaman budidaya. Penggunaannya bersifat praktis, murah, dan kompatibel
karena tidak mencemari lingkungan. Metode ini memanfaatkan sifat – sifat
serangga yang tertarik terhadap cahaya, warna, aroma makanan atau bau – bau
tertentu. Cara penggunaannya yaitu dengan merangkap hama untuk berkumpul dan
hinggap pada perangkap sehingga serangga tersebut tidak dapat terbang dan
kemudian mati. Penempatan perangkap dan pemilihan warna perangkap ini juga
sangat penting untuk diperhatikan, karna berbengaruh terhadap ketertarikan
serangga untuk untuk mendekati perangkap tersebut, sehingga dalam penempatan
harus mengetahui tingkah laku dari OPT yang akan dita kendalikan supaya
pengendalian yang kita lakukan dapat efektif (Atakan et al., 2015).
Serangga
merupakan salah satu golongan makhluk hidup yang mendominasi di muka bumi yang
berjumlah sekitar 85 % melebihi semua hewan daratan lainnya praktis tersebar
dimana-mana. Serangga dapat berperan sebagai pemakan tumbuhan (hama), musuh
alami, pemakan bangkai, polinator, eksporasit dan vektor penyakit. Sebagian
besar 50 % serangga adalah pemakan tumbuhan (herbivora) atau fitophagus, dimana
serangga tersebut memiliki inang yang spesifik atau tidak spesifik.
Serangga dapat membedakan warna – warna dikarenakan
terdapatnya perbedaan sel – sel retina pada mata serangga. Panjang gelombang
yang dapat diterima ooleh serangga berkisar 2540 – 6000 A.Sebenarnya warna kuning menarik perhatian serangga karena warna
tersebut memberikan stimulus makanan yang disukai serangga. Serangga akan
mengira bahwa warna tersebut adalah suatu daun atau buah yang sehat (Mas’ud.,
2011). Pengujian dapat
dilakukan dengan menggunakan sticky trap.
Bentuk sticky trap silinder atau segi
empat. Warna yang digunakan sesuai dengan warna yang akan diamati yaitu warna
kuning, merah, hijau. Hal tersebut dilakukan untuk memantayu populasi hama yang
tertangkap (Idris et al., 2012). Pengaruh tinggi pemasangan perangkap berpengaruh nyata terhadap
efisiensi penangkapan hama, yakni semakin menjauhi kanopi tanaman semakin
sedikit jumlah hama yang terperangkap. Perangkap yang paling efisien menangkap
hama adalah yang dipasang di sekitar kanopi tanaman. Memberi indikasi bahwa
aktivitas terbang hanya terjadi di sekitar tinggi tanaman, ukuran tubuh lalat yang
relatif kecil (Sinubulan dkk., 2013).
Menurut
karo-karo dkk (2015) menyatakan bahwa Interaksi antara bentuk dan ketinggian
pada 52 – 80 hst berpengaruh sangat nyata dalam memerangkap lalat buah jantan
dengan jumlah imago jantan yaitu sebesar 6,6 – 12,2 ekor berbeda sangat nyata
dengan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan lalat buah jantan di lapangan
tertarik pada bentuk, warna dan aroma, sehingga lalat buah jantan datang dan
melekat pada perangkap tersebut. Warna juga dapat berfungsi sebagai penarik lalat
buah. Warna, bentuk, dan ukuran perangkap yang digunakan dapat menarik lalat
buah untuk datang.Reseptor – reseptor cahaya yang paling kompleks pada
serangga yaitu bagian mata. Daya tangkap cahaya pada serangga merupa panca
indera yang penting. Daya sensitif serangga terhadap panjang gelombang
tidak sama tergantung pada kondisdi dan
beberapa spesies yang membedakan warna – warna yang berbeda dan kekuatan
menangkap getaran – getaran cahaya yang telah dipolarisas, sehingga teknik yang
digunakan ini sangat penting untuk dipelajari, seperti kondisi lingkungan
tempat OPT tersebut berada dan kebiasaan dari OPT tersebut karna ini
berpengaruh pada efektivitas perangkap yellow trap yang pasang (Hashemi.,
2015).
BAB
3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu Praktikum
Praktikum matakuliah Teknologi
Inovasi Prouksi Pertanian dengan judul acara “Pemanfaatan Perangkap Kuning
Untuk Memantau Perkembangan Populasi Hama” dilaksanakan pada hari Sabtu 28
Oktober 2017 pukul 09.00-selesai. Bertempat di Unit Pelaksana Teknis
Agroteknopark Jubung Universitas jember.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1.
Ajir
2.
Tali
3.
Gelas Plastik
4.
Kertas
5.
Plastik Kuning
3.2.2 Bahan
1.
Lem
2.
Perangkap Kuning
3.
Pertanaman Cabai atau Tembakau.
3.3
Pelaksanaan Praktikum
1. Membentuk kelompok
yang terdiri dari 5-10 mahasiswa.
2. Mengambil
perangka kuning pada setiap kelompok dari pabrik.
3.
Membuat ajir setiap kelompok setinggi kurang lebih setengah meter, kemudian
dipasang dilahan tembakau.
4.
Memasang ajir dengan perangkap kuning dengan cara menggantungkannya.
5.
membiarkan perangkap kuning selama lima hari, kemudian mengamati jenis serangga
yang tertangkap dan jumlahnya seperti tabel berikut.
Tabel 2.1
Pengamatan populasi hama yang tertangkap.
No
|
Jumlah
hama tertangkap
|
Julah
(ekor)
|
1.
3.
3.
Ds
|
Kutu
daun
|
|
3.4
Variabel Pengamatan
1. Jumlah hama yang tertangkap
3.5
Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian
dianalisis menggunakan analisis deskriptif
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.2
Pembahasan
Praktikum
perangkap warna untuk mengendalikan hama serangga kali ini dilakukan di
pertanaman cabai yang berlokasi di Kecamatan Sumber sari, Kabupaten Jember.
Terdapat 3 perlakuan yang dilakukan di lapang yaitu perangkap warna merah,
kuning dan hijau masing-masing warna diletakkan pada baris yang berbeda. Dari
masing-masing perlakuan terdapat tiga ulangan yang diletakkan dalam satu
barisan. perangkap warna diletakkan di pinggir guludan masing-masing 2 dan 1 di
tengah guludan Perangkap warna kemudian dibiarkan selama 7 hari dengan waktu
pengamatan 3 hsa dan 7 hsa.
Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah dan ordo serangga yang
terperangkap pada masing-asing perangkap warna. pada pengamatan 3 hsa dan 7 hsa
terdapat peningkatan jumlah serangga yang terperangkap pada masing-masing
perangkap warna. Hal ini menunjukkan bahwa perangkap warna yang digunakan dapat
menarik serangga hingga hari ke 7 setelah aplikasi. Kemungkinan hal ini dapat
bertahan hingga beberapa hari kemudian. Perbedaan warna yang digunakan memiliki
perbedaan pula dalam jumlah serangga yang terperangkap. Pada perangkap merah
serangga yang terperangkap rata-rata
berjumlah 4 ekor serangga yang terdiri dari ordo homoptera, orthoptera,
diptera, lepidoptera, coleoptera dan hymenoptera. Perangkap hijau mampu menarik
serangga dengan rata-rata 3 serangga yang terperankap yang terdiri dari
orthoptera, diptera, coleoptera, ymenoptera, hemiptera dan homoptera. Sedangkan
pada perangkap warna kuning mampu menarik serangga dengan rata-rata 5 ekor
serangga yang terdiri dari hymenoptera, homoptera, orthoptera, lepidoptera,
diptera dan coleoptera.
Hasil
di atas menunjukkan bahwa perangkap yang paling banyak menarik serangga yaitu
perangkap warna kuning. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sihombing dkk (2015),
yang menyatakan bahwa perangkap warna kuning merupakan perangkap yang mampu
menangkap hama capside paling tinggi dari pada warna lain, dan nilai terendah
pada perangkap warna merah muda. Menurut Sunarno (2012), ketertarikan serangga
kepada warna kuning dapat terjadi karena warna kuning mempunyai panjang
gelombang 4240-4910 A dan serangga memiliki kisaran panjang gelombang yang
dapat diterima berkisar 2540-6000 A.
Salah
satu cara serangga dalam menemukan inang yaitu dengan indera penglihatan.
Penglihatan serangga berbeda dengan penglihatan manusia dimana indera
penglihatan serangga hanya mampu mengenali warna-warna tertentu. Hal ini
kemudian dapat dimanfaatkan petani untuk mengendalikan hama serangga yang
menyerang pertanaman pertanian di suatu daerah. Namun tidak semua warna bisa
digunakan untuk menarik serangga. Pada praktikum kali ini perangkap yang
digunakan ialah perangkap warna merah, kuning, dan hijau. Dari ketiga warna
tersebut jumlah serangga yang terperangkap berbeda-beda. Menurut Sunarno (2012)
penggunaan perangkap warna yang berbeda menunjukkan perbedaan jumlah serangga
yang tertangkap. Ketertarikan serangga terhadap warna menunjukkan bahwa
serangga lebih tertarik pada perangkap warna kuning, kemudian diikuti dengan
warna hijau, merah dan transparan. Pemasangan perangkap warna tidak dapat
diletakkan sembarangan. Hal ini karena ketingian peletakan perangkap warna juga
berpengaruh terhadap serangga yang terperangkap. Sinubulan dkk (2013),
menyatakan bahwa ketinggian perangkap berpengaruh nyata terhadap jumlah
serangga hama yang tertangkap dimana pada ketinggian 10 cm lebih banyak hama
yang tertangkap pada pertanaman bawang merah dengan ketinggian sekitar 10-15
cm. Hal ini mengindikasikan bahwa penempatan yang paling efektif adalah
diletakkan disekitar kanopi tanaman.
Karakteristik
penglihatan serangga berbeda dengan manusia. serangga hanya dapat melihat
beberapa warna saja. Pada umumnya serangga memiliki dua tipe mata yaitu mata
tunggal dan mata majemuk. Kebanyakan serangga memiliki dua tipe pigmen
penglihatan, yaitu pigmen yang dapat menyerap warna hijau dan kuning terang,
serta pigmen yang dapat menyerap warna biru dan sinar ultraviolet. Hal ini
kemungkinan karena adanya perbedaan
sel-sel retina pada
serangga, kisaran panjang
gelombang yang dapat diterima serangga (Sunarno, 2012).
Penerapan PHT dalam perlindungan tanaman
dapat dilakukan dengan cara mekanik fisik, kultur teknik, penggunaan varietas
tahan, hayati/biologi dengan menggunakan predator dan yang terakhir menggunakan
pestisida. Perlakuan pengendalian hama
terpadu yang baik akan menghalau serangan hama yang dapat merusak tanaman dan
menurunkan produktivitasnya. Begitu pentingnya pengendalian hama terpadu
sehingga perlu upaya dalam melakukan perubahan dalam mengendalikan hama tanaman
pertanian. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama
serangga ialah dengan aplikasi perangkap warna dalam hal ini perangkap kuning
(yellow trap). Perangkap kuning merupakan perangkap yang memanfaatkan panjang
gelombang yang mampu ditangkap oleh mata serangga dimana panjang gelombang yang
paling menarik serangga adalah gelombang warna kuning.
Perangkap kuning dalam
aplikasinya memiliki kelebihan-kelebihan yang menguntungkan dan memudahkan bagi
petani. Kelebihan-kelebihan tersebut ialah perangkap kuning tidak mencemari
lingkungan, pembuatannya mudah, bahan mudah didapatkan, efektif dan efisien
menekan populasi serangga hama serta dapat digunakan sebagai alat untuk
mengetahui populasi hama serangga sehingga jika dapat lebih bijak dalam
menggunakan pestisida sintetis. Mengingat kelebihan-kelebihan tersebut maka
prospek perangkap warna kuning memiliki prospek yang dapat memberikan solusi
untuk mengendalikan hama serangga dan dalam upaya menurunkan penggunaan
pestisida.
BAB
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Perangkap warna
yang paling efektif dalam menangkap hama serangga adalah perangkap kuning dengan
rata-rata 5 serangga per perangkap, sedangkan perangkap yang paling rendah
dalam menarik serangga yaitu perangkap berwarna merah/merah muda dengan
rata-rata 3 ekor per perangkap. Pemasangan perangkap yang paling efektif adalah
didekat kanopi tanaman.
5.2
Saran
Perlu
adanya langkah nyata bagi mahasiswa dan pemerintah (dinas pertanian) untuk
mengenalkan perangkap kuning kepada petani dalam upaya menggalakkan program
pengendalian hama terpadu.
DAFTAR PUSTAKA
Atakan,
E dan S, Pelivan. 2015. Attractiveness
Of Various Colored Sticky Traps To Some Pollinating Insects In Apple. Turk J Zool. 39(1): 474-481.
Hashemi, M. S. 2015. Influence of
Pheromone Trap Color and Placement on Catch of Male Potato Tuber Moth,
Phthorimaea operculella (Zeller, 1873). Plovdiv. 7(1): 45-46.
Idris, B. A., S. A. N. Khalid dan M. N.
M. Roff. 2012. Effectiveness of Sticky Trap Designs and Colours in Trapping
Alate Whitefly, Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae). Pertanika
J. Trop. Agric. Sci. 35(1): 128-132.
Karo-karo,
C., Y. Pengestiningsih dan Lisnawati. 2014. Pengaruh Bentuk dan Ketinggian
Perangkap Sticky Trap Kuning Terhadap Lalat Buah (Bactrocera spp.)
(Diptera:Tephritidae) Pada TanamanTomat (Solanum lypersicum mill.) di Dataran
Rendah. Agroekoteknologi.3(1): 32-
35.
Mas’ud A. 2011. Efektifitas Trap Warna Terhadap Keberadaan Serangga Pada
PertanamanBudidaya Cabai di Kelurahan Sulamadaha Kecamatan P. Ternate Ternate.
Bogor : LIPI Press.
Marikum, M., A. Anshary dan Shahabuddin.
2014. Daya Tarik Jenis Atraktan dan Warna Perangkap yang Berbeda Terhadap Lalat
Buah(Diptera:Tephritidae) Pada Tanaman Mangga (Mangifera Indica) di Desa
Soulove. Agrotekbis. 2(5): 44-45.
Sihombing, S. W., Y.
Pangestiningsih dan M. U. Tarigan. 2013. Pengaruh Perangkap Warna Berperekat terhadap hama Capside (Cyrtopeltis tenuis Reut) (Hemiptera : Miridae) pada Tanaman
Tembakau (Nicotiana tabacum L.). Online Agroteknologi, 1(4) : 1352-1360.
Sinubulan, R. A., D. Bakti dan M.
U. Tarigan. 2013. Penggunaan Perangkap Kuning
Berdasarkan Bentuk dan Beberapa Ketinggian Perangkap Terhadap Hama (Liriomyza
spp. (Diptera: Agromysidae) pada Tanaman Bawang
merah (Allium ascolanicum L.). Online Agroteknologi, 1(4) : 1308-1317.
Sunarno. 2012. Ketertarikan
Serangga Hama Lalat Buah Terhadap Berbagai Papan
Perangkap Berwarna Sebagai Salah Satu Teknik Pengendalian. Agroforestri,
6(2) : 129-134.
TEKNOLOGI INOVASI PRODUKSI PERTANIAN 2017
GOLONGAN C
kel
|
komoditas
|
LOKASI
|
KOORDINAT
|
1
|
(tanaman cabai)
|
Jalan tawang mangu, Sumber sari, Jember
(samping STM)
|
8˚09’14,6” LS
113˚43’22,8” BT
|
2
|
(tanaman mangga)
|
Jalan Nias, GG 3 No 5, Jember
|
8˚10’19,5” LS
113˚42’41,7” BT
|
3
|
(tanaman jambu air)
|
Dusun krajan, Desa
Pakusari, Kecamatan Pakusari
|
8.178785
LS dan 113.7848 BT
|
4
|
Tanaman tomat
|
Agroteknopark, universitas Jember
|
8,162220 LS
113,717530 BT
|
5
|
(tanaman Cabai)
|
Jalan Letjen sutoyo deket
Kranjingan, Sumbersari, Jmber
Tanaman cabai milik bapak
Hilmi
|
8, 1940 LU dan
113, 7160 Ls
|
6
|
(tanaman terung)
|
Dusun krajan, Desa
Pakusari, Kecamatan Pakusari
|
80 6’ 49” 5’ LS 1130
41’ 39” BT
|
7
|
(Tanaman Tomat)
|
Jalan Sutoyo kelurahan
kranjingan, Sumber sari, Jember (yellow trap)
|
8, 20505 LU dan 113, 712789
LS.
|
Komentar
Posting Komentar